Penulis: Andrea Busfield
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Mei 2012
Tebal: 376 hlm
ISBN: 978-979-22-8397-6
Rating: 4/5
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Mei 2012
Tebal: 376 hlm
ISBN: 978-979-22-8397-6
Rating: 4/5
Kisah tentang manusia-manusia yang menjalani hidup di tengah tragedi peperangan, diceritakan lewat
sudut pandang seorang anak lelaki Afghan yang cerdas, selalu ingin tahu, dan
sangat kritis pada lingkungan sekitarnya.
Taliban telah mundur dari
jalanan-jalanan di Kabul, namun masih meninggalkan bayang-bayang rezim mereka.
dalam usianya yang bari belasan tahun, Fawad telah banyak mengalami
pahit-getirnya kehidupan. Impiannya untuk memiliki kehidupan yang lebih baik
terwujud ketika ibunya mendapat pekerjaan sebagi pengurus rumah seorang
perempuan Barat–Georgie–dan dua temannya. Ketika georgie menjalin hubungan
dengan seorang pria Afghan yang disegani, Fawad yang menyayangi Georgie mulai
khawatir; namun kemudian dia belajar bahwa cinta bisa mendorong manusia untuk
melakukan banyak kebaikan.
Novel pertama Andrea Busfield ini memberikan gambaran tentang sisi-sisi
kemanusiaan bangsa Afghan serta orang-orang asing yang hidup di antara mereka.
***
Fawad mengalami kehidupan yang sulit. Ia hanya tinggal berdua dengan
ibunya, Mariya. Ayahnya meninggal saat bergabung dengan Aliansi Utara,
Kakaknya–Bilal–meninggal dunia, juga kakak perempuannya, Mina, dibawa paksa
oleh Taliban saat pasukan berbaju hitam-hitam itu mendatangi desa mereka. Sejak
saat itu Fawad dan ibunya tinggal di rumah bibinya yang sempit. Hingga suatu
hari, kehidupan Fawad berubah saat ibunya mendapat pekerjaan sebagai pengurus
rumah yang dihuni oleh 3 orang asing–2 perempuan dan 1 laki-laki. Fawad dan
ibunya tinggal di rumah mungil yang tak jauh dari rumah utama.
Tinggal di rumah orang asing membuat Fawad mengeksplorasi para
penghuninya. Georgie, seorang perempuan cantik asal Inggris dan bekerja di LSM
serta memiliki kambing Kashmir untuk diambil bulunya, sudah lama tinggal di
Afghanistan dan memiliki beberapa teman baik di Afghan. Maka tak heran jika
Georgie mampu berbahasa Dari. May, seorang insinyur asal Amerika dan ternyata
seorang lesbian. Dan James, seorang jurnalis yang ramah dan humoris. James
cukup lama tinggal di Afghanistan, namun kemampuannya dalam menguasai bahasa
Afghan tidak mengalami peningkatan.
Hidup dengan tiga orang asing yang dewasa dan terbuka membuat Fawad
merasa bahwa dia tidak diperlakukan sebagai anak kecil, dan dia senang akan hal
itu. Fawad harus menerima hal-hal baru, bahwa orang asing sangat menyukai
bir-rokok-dan-pesta, bahwa May adalah seorang lesbian dan ingin menikah dengan
pacar perempuannya. Di antara ketiga penghuni rumah itu, Fawad paling dekat
dengan Georgie, dan ia menyukai Gerogie layaknya seorang laki-laki. Maka tak
heran jika Fawad merasa cemburu saat tahu bahwa Georgie memiliki hubungan dekat
dengan Haji Khalid–seorang pria Afghan yang disegani karena perannya dalam
memerangi Taliban, juga merupakan pengusaha kaya yang memiliki pengaruh.
Kecemburuan Fawad lebur saat ia melihat kebaikan hati Haji Khalid, dan ia
jadi mengkhawatirkan keselamatan Georgie setelah tahu cerita yang mengiringi
sosok Haji Khalid. Georgie dan Haji Khalid sudah memiliki hubungan dekat selama
3 tahun terakhir, namun mereka berdua belum menikah. Keberadaan Fawad di antara
mereka laksana penghubung, juga bagi hubungan ibunya dengan Shir Ahmad (penjaga
rumah Georgie). Fawad berdoa untuk kebaikan Georgie, ia menyayanginya dan
berharap agar perempuan itu tidak mengalami kebinasaan.
***
Setting dalam
novel ini yaitu di timur tengah. Saat melihat judul dan sinopsisnya yang
terbesit di benakku adalah perjuangan anak kecil di daerah peperangan dengan
suasana yang mencekam. Tapii ternyata tebakanku meleset. Memang beberapa kali
digambarkan suasana kekacauan kerusuhan dan kedatangan Taliban ke rumah Fawad,
namun itu tidak terlalu mencekam dan saya merasa kalau penggambarannya kurang.
Dalam novel ini,
penulis menggunakan sudut pandang Fawad. Sosok Fawad digambarkan sebagai anak
laki-laki berusia 10 atau 11 tahun yang pandai mengobservasi orang-orang di
sekelilingnya, dan tak jarang digambarkan bahwa Fawad memiliki pemikiran yang
dewasa dibandingkan anak-anak seusianya. Hal ini bisa dimaklumi jika melihat
kondisi dan kehidupan Fawad yang tumbuh di tengah tragedi. Tapi terdapat
beberapa bagian yang saya rasa tidak mungkin muncul dalam pikiran anak berusia
10 atau 11 tahun, bahkan jika anak tersebut memiliki pola pikir yang lebih dewasa
daripada anak seusianya. Contohnya saja saat Fawad menceritakan kondisi politik
Afghanistan. Mungkin ada baiknya jika penulis menggunakan sudut pandang orang
ke-3 saat menjelaskan kondisi politik Afghanistan.
Novel ini tidak
terlalu berat, namun tetap berbobot :D
No comments:
Post a Comment