Pages

Friday, July 17, 2015

[Book Review] Born Under a Million Shadows




Penulis: Andrea Busfield
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Mei 2012
Tebal: 376 hlm
ISBN: 978-979-22-8397-6
Rating: 4/5

Kisah tentang manusia-manusia yang menjalani hidup di  tengah tragedi peperangan, diceritakan lewat sudut pandang seorang anak lelaki Afghan yang cerdas, selalu ingin tahu, dan sangat kritis pada lingkungan sekitarnya.
Taliban telah mundur dari jalanan-jalanan di Kabul, namun masih meninggalkan bayang-bayang rezim mereka. dalam usianya yang bari belasan tahun, Fawad telah banyak mengalami pahit-getirnya kehidupan. Impiannya untuk memiliki kehidupan yang lebih baik terwujud ketika ibunya mendapat pekerjaan sebagi pengurus rumah seorang perempuan Barat–Georgie–dan dua temannya. Ketika georgie menjalin hubungan dengan seorang pria Afghan yang disegani, Fawad yang menyayangi Georgie mulai khawatir; namun kemudian dia belajar bahwa cinta bisa mendorong manusia untuk melakukan banyak kebaikan.
Novel pertama Andrea Busfield ini memberikan gambaran tentang sisi-sisi kemanusiaan bangsa Afghan serta orang-orang asing yang hidup di antara mereka.

***

Born under a million shadow menceritakan tentang Fawad, anak laki-laki keturunan Pashtun, yang tinggal di Kabul. Fawad dengan dua sahabatnya–Spandi dan Jamilla–menghabiskan waktu di Chicken Street, mengekor pada turis asing dan memandu mereka berbelanja atau sekedar memegang belanjaan mereka untuk mendapatkan beberapa Af (mata uang Afghanistan). Fawad dan teman-temannya lahir di bawah bayang-bayang kaum Taliban, mereka tinggal di kota Kabul yang telah ditinggalkan oleh Taliban, dan harus menyaksikan kekacauan yang ditimbulkan oleh perang.  Dan, salah satu dari temannya meninggal karena terkena peluru. 
 
Fawad mengalami kehidupan yang sulit. Ia hanya tinggal berdua dengan ibunya, Mariya. Ayahnya meninggal saat bergabung dengan Aliansi Utara, Kakaknya–Bilal–meninggal dunia, juga kakak perempuannya, Mina, dibawa paksa oleh Taliban saat pasukan berbaju hitam-hitam itu mendatangi desa mereka. Sejak saat itu Fawad dan ibunya tinggal di rumah bibinya yang sempit. Hingga suatu hari, kehidupan Fawad berubah saat ibunya mendapat pekerjaan sebagai pengurus rumah yang dihuni oleh 3 orang asing–2 perempuan dan 1 laki-laki. Fawad dan ibunya tinggal di rumah mungil yang tak jauh dari rumah utama. 


Tinggal di rumah orang asing membuat Fawad mengeksplorasi para penghuninya. Georgie, seorang perempuan cantik asal Inggris dan bekerja di LSM serta memiliki kambing Kashmir untuk diambil bulunya, sudah lama tinggal di Afghanistan dan memiliki beberapa teman baik di Afghan. Maka tak heran jika Georgie mampu berbahasa Dari. May, seorang insinyur asal Amerika dan ternyata seorang lesbian. Dan James, seorang jurnalis yang ramah dan humoris. James cukup lama tinggal di Afghanistan, namun kemampuannya dalam menguasai bahasa Afghan tidak mengalami peningkatan.

Hidup dengan tiga orang asing yang dewasa dan terbuka membuat Fawad merasa bahwa dia tidak diperlakukan sebagai anak kecil, dan dia senang akan hal itu. Fawad harus menerima hal-hal baru, bahwa orang asing sangat menyukai bir-rokok-dan-pesta, bahwa May adalah seorang lesbian dan ingin menikah dengan pacar perempuannya. Di antara ketiga penghuni rumah itu, Fawad paling dekat dengan Georgie, dan ia menyukai Gerogie layaknya seorang laki-laki. Maka tak heran jika Fawad merasa cemburu saat tahu bahwa Georgie memiliki hubungan dekat dengan Haji Khalid–seorang pria Afghan yang disegani karena perannya dalam memerangi Taliban, juga merupakan pengusaha kaya yang memiliki pengaruh. 

Kecemburuan Fawad lebur saat ia melihat kebaikan hati Haji Khalid, dan ia jadi mengkhawatirkan keselamatan Georgie setelah tahu cerita yang mengiringi sosok Haji Khalid. Georgie dan Haji Khalid sudah memiliki hubungan dekat selama 3 tahun terakhir, namun mereka berdua belum menikah. Keberadaan Fawad di antara mereka laksana penghubung, juga bagi hubungan ibunya dengan Shir Ahmad (penjaga rumah Georgie). Fawad berdoa untuk kebaikan Georgie, ia menyayanginya dan berharap agar perempuan itu tidak mengalami kebinasaan. 

***

Setting dalam novel ini yaitu di timur tengah. Saat melihat judul dan sinopsisnya yang terbesit di benakku adalah perjuangan anak kecil di daerah peperangan dengan suasana yang mencekam. Tapii ternyata tebakanku meleset. Memang beberapa kali digambarkan suasana kekacauan kerusuhan dan kedatangan Taliban ke rumah Fawad, namun itu tidak terlalu mencekam dan saya merasa kalau penggambarannya kurang.

Dalam novel ini, penulis menggunakan sudut pandang Fawad. Sosok Fawad digambarkan sebagai anak laki-laki berusia 10 atau 11 tahun yang pandai mengobservasi orang-orang di sekelilingnya, dan tak jarang digambarkan bahwa Fawad memiliki pemikiran yang dewasa dibandingkan anak-anak seusianya. Hal ini bisa dimaklumi jika melihat kondisi dan kehidupan Fawad yang tumbuh di tengah tragedi. Tapi terdapat beberapa bagian yang saya rasa tidak mungkin muncul dalam pikiran anak berusia 10 atau 11 tahun, bahkan jika anak tersebut memiliki pola pikir yang lebih dewasa daripada anak seusianya. Contohnya saja saat Fawad menceritakan kondisi politik Afghanistan. Mungkin ada baiknya jika penulis menggunakan sudut pandang orang ke-3 saat menjelaskan kondisi politik Afghanistan.
Novel ini tidak terlalu berat, namun tetap berbobot :D

4 bintang!!!

No comments:

Post a Comment