Pages

Thursday, July 31, 2014

[Book Review #11] Melbourne: rewind


Penulis: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media, 2013
Tebal:
328 halaman
Rating: 4,5/5

You can meet someone who’s just right, but he might not be meant for you. You break up, you lose things, you never feel the same again. But maybe you should stop questioning why. Maybe you should just accept it and move on.

Maximilian Prasetya, seorang light addict yang bertemu dengan Laura Winardi gara-gara dia menemukan walkman jadul di counter Lost and Found di kampusnya. Max tidak mengira jika walkman jadul itu masih dicari pemiliknya. Akhirnya mereka berdua pun menjadi dekat dan Laura menjadi teman nongkrong di Prudence, coffee shop favorit Max.
Mereka pun menjalin hubungan setelah sering menghabiskan waktu bersama, dan saling terbiasa akan kehadiran satu sama lain. Tapi karena obsesi Max pada lighting, dan ambisinya untuk mengejar karir, mereka pun putus.

Setelah beberapa tahun bekerja di New York dan menjadi penata lampu di konser-konser. Sudah satu tahun belakangan ini mengikuti tour keliling dunia, akhirnya kali ini Max kembali ke Melbourne. Tanpa bisa dipungkiri, Max kangen pada sosok Laura dan mengajaknya bertemu di Prudence. Bertemu lagi setelah mereka putus membuat mereka bisa mengobrolkan hal-hal yang belum pernah mereka bahas sebelumnya, seperti alasan kenapa Max bisa jatuh cinta pada Laura. Sejujurnya Max penasaran dengan kehidupan Laura setelah mereka putus dan Max memilih tinggal di New York.  

Berbeda dengan Max yang tinggal di New York untuk bekerja, Laura tetap memilih tinggal di Melbourne dan bekerja di sebuah stasiun radio dengan shift malam. Setelah kembali bertemu dengan Max di Prudence, mereka pun sering menghabiskan waktu di sana, tapi kali ini dengan status yang berbeda. Just friend.

Just friend. Ya, sekarang Laura dan Max hanya sebatas teman. Tapi Cee, room mate sekaligus sahabat Laura yang tahu tentang ceritanya dengan Max, tidak yakin kalau mereka akan benar-benar hanya berteman.
Suatu waktu Cee mengenalkan pacar barunya, Evan, pada Laura yang hanya menyambutnya dengan datar. Tapi ternyata Evan berbeda dengan mantan-mantan Cee sebelumnya, yang tidak pernah cocok dengan Laura. Mereka memiliki selera musik yang sama, lagu-lagi lawas, dan ternyata Evan adalah pendengar setia siaran tengah malam yang dibawakan oleh Laura. Dan tanpa bisa Laura cegah, dia malah merasa nyaman dengan Evan, pacar sahabatnya.
***

Buku ini merupakan perkenalan awal saya dengan buku-buku karya Winna Efendi, sekaligus perkenalan awal dengan seri STPC. Saya mengagumi cara penulisan Winna Efendi yang terasa begitu mengalir dan rapi. Selain itu sudut pandang yang digunakan dalam buku ini dilihat secara bergantian dari POV Max dan Laura, membuat saya mengetahui pikiran mereka.

Sudah seperti yang saya duga, cerita ini mengusung tentang CLBK, tema yang sudah tidak asing lagi. Tapi Winna Efendi mampu mengemasnya sedemikian rupa. Walaupun pada awalnya saya stuck dan merasa bosan setelah membaca beberapa halaman, dan setelah susah payah melanjutkannya, saya kagum dengan cara penulisan Winna Efendi! Memang di beberapa halaman awal terasa membosankan, tapi setelahnya terasa sangat berbeda.

Selain itu, saya acungi jempol untuk konsep yang digunakan dalam buku ini. Judul-judul pada bagian di bab-nya menggunakan judul lagu, membuatnya seperti track list lagu. Dan yang paling menyenangkan adalah judul-judul lagu itu sesuai dengan cerita pada setiap bagian yang ada. Membuat saya men-download beberapa judul lagu yang digunakan, dan ternyataaa… lagu-lagunya enak! :D

Baru kali ini saya menyukai tokoh laki-laki dan tokoh perempuan sekaligus dalam satu buku yang ada. Sosok Max yang terasa sangat perhatian, dan sosok Laura yang pasti sangat WOW! Sehingga membuat Max sulit untuk benar-benar move on hehe

Cara penulisan Wina Efendi sudah tidak diragukan lagi, dan saya tidak keberatan dengan akhir buku ini. Karena saya menganggap, terkadang kata-kata tidak diperlukan untuk mengungkapkan sesuatu J Ayooo, yang pada penasaran beli buku iniii hoho

Tapi yang saya sayangkan adalah kurangnya konflik yang ada. Yang menjadi konflik di sini hanya kehadiran Evan, dan menurut saya itu kurang klimaks. Lalu menurut saya penggambaran Melbourne-nya kurang, mengingat jika setting tempatnya di Melbourne. Walaupun begitu, saya tetap menyukai buku ini. Banyak quote-quote yang bisa diambil dari sini, dan juga dapat menambah list lagu untuk di-download! Buku ini cocok untuk bersantai.
***

Nyaman adalah berbagi waktu tanpa perlu merasa canggung. Nyaman adalah menikmati keberadaan masing-masing, walau yang dapat kami berikan kepada satu sama lain hanyalah kehadiran itu sendiri. Nyaman berarti tidak perlu meminta maaf saat lengan kami bersenggolan secara tak sengaja, merokok dalam mobil dan bebas mengutak-atik stereo tanpa meminta ijin terlebih dahulu. Nyaman adalah meneleponnya tanpa alasan, hanya karena ingin mengobrol, atau karena ada film baru yang ingin kutonton tapi tidak punya teman untuk diajak. Rasa ini tidak perlu dilabeli, diartikan, atau dianalisa.


Diikutkan dalam:
- IRRC 2014
- Young Adult Reading Challange 2014 

No comments:

Post a Comment