Penulis: Winna Efendi
Penerbit: Gagas Media, 2013
Tebal: 328 halaman
Rating: 4,5/5
Penerbit: Gagas Media, 2013
Tebal: 328 halaman
Rating: 4,5/5
You can meet someone who’s just right, but he might
not be meant for you. You break up, you lose things, you never feel the same
again. But maybe you should stop questioning why. Maybe you should just accept
it and move on.
Maximilian Prasetya,
seorang
light addict yang bertemu dengan Laura Winardi gara-gara dia menemukan walkman jadul di counter Lost and Found di kampusnya. Max tidak mengira jika walkman jadul itu masih dicari
pemiliknya. Akhirnya mereka berdua pun menjadi dekat dan Laura menjadi teman
nongkrong di Prudence, coffee shop
favorit Max.
Mereka pun menjalin hubungan setelah sering menghabiskan waktu
bersama, dan saling terbiasa akan kehadiran satu sama lain. Tapi karena obsesi
Max pada lighting, dan ambisinya
untuk mengejar karir, mereka pun putus.
Setelah beberapa tahun bekerja di New York dan
menjadi penata lampu di konser-konser. Sudah satu tahun belakangan ini
mengikuti tour keliling dunia, akhirnya kali ini Max kembali ke Melbourne. Tanpa
bisa dipungkiri, Max kangen pada sosok Laura dan mengajaknya bertemu di Prudence. Bertemu
lagi setelah mereka putus membuat mereka bisa mengobrolkan hal-hal yang belum
pernah mereka bahas sebelumnya, seperti alasan kenapa Max bisa jatuh cinta pada
Laura. Sejujurnya Max penasaran dengan kehidupan Laura setelah mereka putus dan
Max memilih tinggal di New York.
Berbeda dengan Max yang tinggal di New York
untuk bekerja, Laura tetap memilih tinggal di Melbourne dan bekerja di sebuah
stasiun radio dengan shift malam. Setelah kembali bertemu dengan Max di
Prudence, mereka pun sering menghabiskan waktu di sana, tapi kali ini dengan
status yang berbeda. Just friend.
Just friend. Ya, sekarang
Laura dan Max hanya sebatas teman. Tapi Cee, room mate sekaligus sahabat Laura yang tahu tentang
ceritanya dengan Max, tidak
yakin kalau mereka akan benar-benar hanya berteman.
Suatu waktu Cee mengenalkan pacar barunya,
Evan, pada Laura yang hanya menyambutnya dengan datar. Tapi ternyata Evan
berbeda dengan mantan-mantan Cee sebelumnya, yang tidak pernah cocok dengan
Laura. Mereka memiliki selera musik yang sama, lagu-lagi lawas, dan ternyata
Evan adalah pendengar setia siaran tengah malam yang dibawakan oleh Laura. Dan
tanpa bisa Laura cegah, dia malah merasa nyaman dengan Evan, pacar sahabatnya.
***
Buku ini merupakan perkenalan awal saya dengan
buku-buku karya Winna Efendi, sekaligus perkenalan awal dengan seri STPC. Saya
mengagumi cara penulisan Winna Efendi yang terasa begitu mengalir dan rapi.
Selain itu sudut pandang yang digunakan dalam buku ini dilihat secara
bergantian dari POV Max dan Laura, membuat saya mengetahui pikiran mereka.
Sudah seperti yang saya duga, cerita ini
mengusung tentang CLBK, tema yang sudah tidak asing lagi. Tapi Winna Efendi
mampu mengemasnya sedemikian rupa. Walaupun pada awalnya saya stuck dan merasa bosan setelah membaca
beberapa halaman, dan setelah susah payah melanjutkannya, saya kagum dengan
cara penulisan Winna Efendi! Memang di beberapa halaman awal terasa
membosankan, tapi setelahnya terasa sangat berbeda.
Selain itu, saya acungi jempol untuk konsep
yang digunakan dalam buku ini. Judul-judul pada bagian di bab-nya menggunakan
judul lagu, membuatnya seperti track list lagu. Dan yang paling
menyenangkan adalah judul-judul lagu itu sesuai dengan cerita pada setiap
bagian yang ada. Membuat saya men-download
beberapa judul lagu yang digunakan, dan ternyataaa… lagu-lagunya enak! :D
Baru kali ini saya menyukai tokoh laki-laki
dan tokoh perempuan sekaligus dalam satu buku yang ada. Sosok Max yang terasa
sangat perhatian, dan sosok Laura yang pasti sangat WOW! Sehingga membuat Max
sulit untuk benar-benar move on hehe
Cara penulisan Wina Efendi sudah tidak
diragukan lagi, dan saya tidak keberatan dengan akhir buku ini. Karena saya
menganggap, terkadang kata-kata tidak diperlukan untuk mengungkapkan sesuatu J Ayooo, yang pada penasaran beli buku iniii
hoho
Tapi yang saya sayangkan adalah kurangnya
konflik yang ada. Yang menjadi konflik di sini hanya kehadiran Evan, dan
menurut saya itu kurang klimaks. Lalu menurut saya penggambaran Melbourne-nya
kurang, mengingat jika setting tempatnya
di Melbourne. Walaupun begitu, saya tetap menyukai buku ini. Banyak quote-quote yang bisa diambil dari sini,
dan juga dapat menambah list lagu
untuk di-download! Buku ini cocok
untuk bersantai.
***
Nyaman adalah berbagi waktu tanpa perlu
merasa canggung. Nyaman adalah menikmati keberadaan masing-masing, walau yang
dapat kami berikan kepada satu sama lain hanyalah kehadiran itu sendiri. Nyaman
berarti tidak perlu meminta maaf saat lengan kami bersenggolan secara tak
sengaja, merokok dalam mobil dan bebas mengutak-atik stereo tanpa meminta ijin
terlebih dahulu. Nyaman adalah meneleponnya tanpa alasan, hanya karena ingin
mengobrol, atau karena ada film baru yang ingin kutonton tapi tidak punya teman
untuk diajak. Rasa ini tidak perlu dilabeli, diartikan, atau dianalisa.
Diikutkan dalam:
- IRRC 2014
- Young Adult Reading Challange 2014
No comments:
Post a Comment