Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: GagasMedia, Cetakan Pertama, 2013
Tebal: 330 halaman
ISBN: 979-780-653-7
Penerbit: GagasMedia, Cetakan Pertama, 2013
Tebal: 330 halaman
ISBN: 979-780-653-7
Rating: 4/5
Pembaca Tersayang,
Mari berjalan di sepanjang bantaran Sungai Thames, dalam
rintik gerimis dan gemilang cahaya dari London Eye.
Windry Ramadhina, penulis novel Orange, Memori, dan Montase
mengajak kita menemani seorang penulis bernama Gilang mengejar cinta Ning
hingga ke Fitzrovia. Namun, ternyata tidak semudah itu menyatakan cinta. Kota
London malah mengarahkannya kepada seorang gadis misterius berambut ikal. Dia
selalu muncul ketika hujan turun dan menghilang begitu hujan reda. Sementara
itu, cinta yang dikejarnya belum juga ditemukannya. Apakah perjalanannya ini
sia-sia belaka?
Setiap tempat punya cerita.
Dalam dingin kabut Kota London, ada hangat cinta
menyelusup.
Enjoy the journey,
EDITOR
***
Gilang, seorang aspiring novelist yang tanpa ia sadari
telah lama memendam cinta kepada teman masa kecilnya, Ning–yang tinggal di
sebelah rumahnya. Dia tidak pernah menyangka jika acara kumpul-kumpul bersama
temannya pada malam itu akan membuatnya
melakukan sebuah ide gila. Saat itu Gilang dan keempat temannya menghabiskan
malam minggu dengan minum-minum di Bureau, Pondok Indah. Dalam kondisi mabuk,
Gilang menerima tantangan yang dilontarkan oleh keempat temannya. Menyusul Ning
ke London.
Sudah beberapa
tahun terakhir ini Ning tinggal di London. Dia bekerja sebagai kurator di Tate
Modern, sebuah galeri di London yang memajang seni modern dan kontemporer dari
tahun 1900an hingga sekarang.
Gilang sengaja
tidak memberitahukan kedatangannya ke London pada Ning karena dia ingin
memberikan kejutan pada gadis itu. Tapi sesampainya di London, dia malah sulit
menemui Ning karena ternyata gadis itu sedang tugas di luar kota untuk urusan
pekerjaan. Rencana yang telah ia susun sedemikian rupa tidak berjalan sesuai
harapan. Sudah tiga hari Gilang berada di London dan dia belum bertemu juga dengan
Ning. Akhirnya dia menghabiskan waktunya untuk berjalan-jalan di London,
mengunjungi tempat-tempat yang pernah Ning ceritakan padanya dan berkenalan
dengan orang-orang baru. Selama di London Gilang malah sering bertemu dengan
gadis berambut pirang dengan manik mata biru–yang ia juluki Goldilocks.
Goldilocks, gadis
misterius yang hanya muncul ketika hujan turun dan langsung menghilang saat
hujan reda. Beberapa kali mereka bertemu dengan kepergiannya yang selalu
tiba-tiba, gadis itu meninggalkan sebuah payung merah yang kini selalu dibawa
Gilang. Dari pria pemilik toko payung yang beberapa kali ia singgahi, Gilang
jadi tahu tentang mitos yang beredar zaman dulu, bahwa malaikat turun di kala
hujan. Ia hanya tertawa saat pria pemilik toko payung itu menganggap bahwa
Goldilocks itu malaikat, karena Gilang pun belum tahu apakah Goldilocks itu
malaikat atau bukan.
Selama di London,
Gilang selalu bertemu dengan orang-orang yang sangat unik. Ia pun bertemu
dengan Ayu, seorang gadis Indonesia yang berpenampilan cuek dan tidak terlalu
ramah tapi sangat gigih mencari buku-buku lama, bahkan mencari cetakan
pertamanya!!
Payung merah
milik Goldilocks yang selalu dibawa Gilang ternyata memiliki peran penting
dalam membantu kehidupan percintaan orang-orang yang ada di sekitar Gilang.
Payung merah itu selalu ia pinjamkan pada orang-orang, bahkan pernah hilang
tapi akhirnya kembali ke tangannya. Seolah-olah memperjelas jika selalu ada
keajaiban yang terjadi karena payung itu.
Akhirnya Gilang pun bisa bertemu dengan Ning dan
berkenalan dengan Finn, seorang seniman yang memamerkan karya-karyanya di Tate
Modern. Payung merah itu pun dipinjam Ning. Entah keajaiban apa yang akan
terjadi pada gadis itu. Dan apakah kedatangan Gilang tidak sia-sia, ataukah
tidak.
***
London!!! Yeah!!! Saya sangat menyukai London
dan akhirnya tanpa pikir panjang langsung membelinya :D Cover-nya
sangat simpel dengan warna dasar merah–yang saya rasa sangat cocok dengan
sinopsis yang ada di belakang buku. Novel ini mengangkat tema percintaan
tentang sahabat jadi cinta, temen jadi demen dan apapunlah itu istilahnya.
Sejak membaca sinopsisnya, saya sudah berpikir O-OW, FRIEND ZONE!!
Saya sangat mengapresiasi kegilaan tantangan
yang diberikan oleh keempat teman Gilang, menyuruhnya menyusul Ning ke London
dan menyatakan cinta :p
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini
adalah sudut pandang orang pertama, yaitu Gilang. Saya sangat jarang membaca
novel romance yang ditulis dari sudut
pandang pria, dan ini membuat saya dapat mengetahui berbagai hal jika dilihat
dari sisi pria. Tapi saya merasa sosok Gilang ini terlalu melankolis, ditambah
dengan kisah percintaan antara Gilang dan Ning yang tidak terlalu berkesan pada
saya. Saya malah lebih senang dengan kisah percintaan tokoh lain, juga terkesan
dengan pertemuan antara Gilang dan Goldilocks.
Ini merupakan pertama kalinya saya membaca
novel karya Windry Ramadhina, dan menurut saya pemilihan diksi yang tepat dan
cara penulisan yang mengalir membuat novel ini menyenangkan untuk dibaca.
Penggambaran setting tempat dan karakter dalam novel ini terasa sangat kuat,
membuat saya dapat ikut menelusuri kota London dan menambah pengetahuan tentang
sastra klasik. Mengingat jika Inggris memang sangat kental dengan nuansa
klasik, elegan, dan bersejarah. Tapiii, mungkin karena ini lah yang membuat
penggambaran kisah percintaan Gilang dan Ning kurang terlalu matang dan
berkesan jika dibandingkan dengan kisah cinta para tokoh sampingannya.
Walaupun begitu,
novel ini tetap bisa menghibur saya dan membuat saya tenggelam ke dalamnya.
Beberapa reviewer merasa tidak puas
dengan akhir yang dipilih oleh Windry, tapi saya tidak keberatan dengan akhir
novel ini. Saya malah senyum-senyum dibuatnya, apalagi dengan mitos yang
beredar zaman dulu, bahwa malaikat turun di kala hujan, membuat imajenasi saya
menyeruak :D
4 bintang untuk
hujan yang mengguyur London, yang telah melimpahkan berbagai cerita :)
Diikutkan dalam:
- IRRC 2014
- Young Adult Reading Challange 2014
kak mau tanya kak
ReplyDelete