Pages

Sunday, August 31, 2014

[Book Review #27] Holland: One Fine Day in Leiden


Penulis: Feba Sukmana
Penerbit: Bukune
Tebal: 292 halaman
ISBN: 602 – 220 – 116 – 0
Rating: 4/5

Sejak menjejakkan kaki di Bandara Schiphol, Belanda, dan udara dingin menyambutnya, Kara tak lagi merasa asing. Mungkin, karena ia pun telah lama lupa dengan hangat. 

Belasan ribu kilometer dari orang-orang tercinta, ia berharap bisa bersembunyi. Dari masa lalu, luka, dan cinta. Nyatanya, semua itu harus ia temukan lagi dalam kotak tua yang teronggok di sudut kamarnya. Kini, Kara tahu:                                                                                                                                
Ibu yang pergi, Kara yang mencari. Tak ada waktu untuk cinta. 

Namun, kala senja membingkai Leiden dengan jingga yang memerah, Kara masih ingat bisik manis laki-laki bermata pirus itu, “Ik vind je leuk”–aku suka kamu. Juga kecup hangatnya. Rasa takut mengepung Kara, takut jatuh cinta kepada seseorang yang akhirnya akan pergi begitu saja. Dan, meninggalkan perih yang tak tersembuhkan waktu. Seperti Ibu.
 
Aku tidak berada di sini untuk jatuh cinta, ulangnya dalam hati, mengingatkan diri sendiri. 

Di sudut-sudut Leiden, Den Haag, Rotterdam, dan Amsterdam yang menyuguhkan banyak cerita, Kara mempertanyakan masa lalu, harapan, masa depan, juga cinta. Ke manakah ia melangkah, sementara rintik hujan merinai di kanal-kanal dan menghunjam di jantung kota-kota Negeri Kincir Angin yang memesona?
Alles komt goed–Semua akan baik-baik saja, Kara, 

Feba Sukmana
***
Kara Sastrowidjojo, seorang gadis Indonesia yang kuliah di Universitas Leiden, Belanda. Kara tiba saat musim panas sedang berlangsung, ia disambut oleh pemandangan kota Leiden yang indah. Kadang, Kara merasan kepergiannya ke Belanda bukan murni untuk menuntut ilmu, tapi ada alasan lain yang membuat dirinya bertanya-tanya sendiri. Apakah kepergiannya ke Belanda untuk mencari penoreh ruang kosong di hatinya, atau berusaha melarikan diri dari luka yang selama ini mengendap di hatinya. 


Awalnya Kara menganggap bahwa hidupnya akan baik-baik saja sejak kepindahannya di Leiden, ia menganggap perasaan gelisah yang selalu menghinggapinya akan menghilang. Namun, ketenangan yang dirasakan Kara selama di Leiden tidak bertahan lama. Rasa gelisah itu kembali menyergapnya saat Yangti mengirimkan paket untuknya, mengiriminya kotak kayu tua yang berisi hal yang selalu menghantuinya di antara jejalan buku, bumbu instan dan produk dari Indonesia. Kotak kayu yang berpotensi membuat lukanya semakin bertambah.

Hingga suatu waktu ia betemu dengan Rein, laki-laki bermata pirus, yang mampu membuat Kara terpesona. Namun, Kara berusaha menyangkal rasa ketertarikannya pada Rein, pada laki-laki yang berpotensi membuat luka baru untuknya. Tidak, Kara tidak siap untuk itu. Tapi… hati tidak dapat berdusta.

***
 
Holland. Awalnya aku beli novel ini untuk sepupuku karena dia sangat menyukai Belanda. Berbeda dengan sepupuku yang sangat menyukai seluk-beluk Belanda, aku hanya tertarik sama Leiden. Dan akhirnya aku juga beli novel ini hehehe :P

“Sayangnya, makin dewasa kita makin kehilangan kemampuan untuk berbahagia dengan sederhana.”

Konflik yang diangkat dalam novel ini benar-benar membuatku senyam-senyum. Soalnya, menurutku sangat jarang ada konflik yang diramu sedemikian rupa hingga seperti ini. Selain konfliknya yang aku acungi jempol, aku juga suka sama tokoh-tokoh yang ada di novel ini. Jujur saja, aku bukan tipe orang yang “senang” dengan banyaknya tokoh di novel yang kubaca. Tapi itu semua nggak berlaku di novel ini karena walaupun banyak tokoh yang terlibat, tapi tokoh-tokoh lain dalam novel ini bukan cuma sekedar tempelan saja. Aku paling suka sama Linnie, sosoknya yang ceplas-ceplos menurutku mampu membuat hidup Kara lebih hidup.
Mengenai konflik, tokoh, plot, aku sangat suka. Apalagi dengan cara mbak Feba menggambarkan tempat-tempat di Belanda, perayaan-perayaan yang berlangsung, pokoknya sangat mengagumkan. 

Aku bingung mau ngebahas apalagi, karena semuanya menurutku memuaskan. Tapii, kepuasanku saat membaca novel ini benar-benar terganggu dengan typo dan beberapa kalimat rancu yang kutemui. Dengan berat hati aku beri…

 4 bintang!!!

Dengan membaca novel ini, aku semakin ingin ke Leiden. Semoga nanti bisa kuliah di sana. Aamiin :)

Diikutkan dalam:
-       IRRC 2014
-       Young Adult RC 2014

No comments:

Post a Comment